Rabu, 05 November 2008

TUGAS KELOMPOK

ADMINISTRASI KESEHATAN MASYARAKAT

PENYUSUNAN ANGGARAN BIAYA PROGRAM KESEHATAN



DISUSUN OLEH


DORIN MUTOIF NPM : 0806384084



JUMAT, 31 Oktober 2008

Dosen : Arthur Ferdinand dr.MARS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA

2008



PENYUSUNAN ANGGARAN BIAYA PROGRAM KESEHATAN

1. Penyusunan Anggaran Kegiatan dengan Metoda ABK (Anggaran Berbasis Kinerja)

Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan /program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tugas yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi pemerintah daerah. Salah satu aspek yang diukur dalam penilaian kinerja pemerintah daerah adalah aspek keuangan berupa ABK. Untuk melakukan suatu pengukuran kinerja perlu ditetapkan indikator-indikator terlebih dahulu antara lain indikator masukan (input) berupa dana, sumber daya manusia dan metode kerja. Agar input dapat diinformasikan dengan akurat dalam suatu anggaran, maka perlu dilakukan penilaian terhadap kewajarannya. Dalam menilai kewajaran input dengan keluaran (output) yang dihasilkan, peran ASB ( Analisis Standar Belanja ) sangat diperlukan. ASB adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.Untuk memenuhi pelaksanaan otonomi di bidang keuangan dengan terbitnya berbagai peraturan pemerintah yang baru, diperlukan sumber daya manusia yang mampu untuk menyusun APBD berbasis kinerja. Dalam usaha meningkatkan sumber daya manusia tersebut, BPKP berusaha berperan aktif membantu pemerintah daerah dengan menyusun Pedoman penyusunan APBD Berbasis Kinerja.

Dengan adanya pedoman ini diharapkan pemerintah daerah dapat menyusun ABK ( Anggaran Berbasis Kerja ) berdasarkan SPM ( Standar Pelayanan Minimal ) yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pedoman ini khusus membahas kinerja dalam kaitannya dengan pengeluaran /belanja dalam APBN/APBD.

ANGGARAN BERBASIS KINERJA

Penganggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistimatis menunjukkan alokasi sumber daya manusia, material, dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik. Penganggaran berbasis kinerja diantaranya menjadi jawaban untuk digunakan sebagai alat pengukuran dan pertanggungjawaban kinerja pemerintah.

Penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Sedangkan bagaimana tujuan itu dicapai, dituangkan dalam program diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan.

Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Aktivitas tersebut disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi dari rencana kerja tahunan (Renja SKPD ) yang merupakan rencana operasional dari Renstra dan anggaran tahunan merupakan komponen dari anggaran berbasis kinerja.

Elemen-elemen yang penting untuk diperhatikan dalam penganggaran berbasis kinerja adalah :

1) Tujuan yang disepakati dan ukuran pencapaiannya.

2) Pengumpulan informasi yang sistimatis atas realisasi pencapaian kinerja dapat diandalkan dan konsisten, sehingga dapat diperbandingkan antara biaya dengan prestasinya.

Penyediaan informasi secara terus menerus sehingga dapat digunakan dalam manajemen perencanaan, pemrograman, penganggaran dan evaluasi. Kondisi yang harus disiapkan sebagai faktor pemicu keberhasilan implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja, yaitu :

1) Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi.

2) Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus.

3) Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang,

waktu dan orang).

4) Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas

5) Keinginan yang kuat untuk berhasil.

Standar Pelayanan Minimal

1) Pengertian Standar Pelayanan Minimal

Undang-Undang 32 tahun 2004 pasal 11 (4), menyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah.

Penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) oleh pemerintah pusat adalah cara untuk menjamin dan mendukung pelaksanaan urusan wajib oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dan sekaligus merupakan akuntabilitas daerah kepada pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Disamping itu, SPM juga dapat dipakai sebagai alat pembinaan dan pengawasan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Pengertian SPM dapat dijumpai pada beberapa sumber, antara lain :

• Undang-Undang 32 tahun 2004 penjelasan pasal 167 (3), menyatakan bahwa SPM adalah standar suatu pelayanan yang memenuhi persyaratan minimal kelayakan.

• Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah,

pasal 20 (1) b menyatakan bahwa APBD yang disusun dengan pendekatan kinerja memuat standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan;

Ayat (2) menyatakan bahwa untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah dikembangkan Standar Analisa Belanja, Tolok Ukur Kinerja dan Standar Biaya.

Manfaat Standar Pelayanan Minimal

SPM mempunyai beberapa manfaat, antara lain :

Memberikan jaminan bahwa masyarakat akan menerima suatu pelayanan publik dari pemerintah daerah sehingga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat, Dengan ditetapkannya SPM akan dapat ditentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk menyediakan suatu pelayanan publik, Menjadi dasar dalam menentukan anggaran berbasis kinerja,

Masyarakat dapat mengukur sejauh mana pemerintah daerah memenuhi kewajibannya dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat, sehingga hal ini dapat meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah kepada masyarakat, Sebagai alat ukur bagi kepala daerah dalam melakukan penilaian kinerja yang telah dilaksanakan oleh unit kerja penyedia suatu pelayanan, Sebagai benchmark untuk mengukur tingkat keberhasilan pemerintah daerah dalam pelayanan publik, Menjadi dasar bagi pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh institusi pengawasan.

Prinsip-Prinsip Penerapan Standar Pelayanan Minimal

Beragamnya kondisi daerah, baik kondisi ekonomi, sosial, budaya, maupun kondisi geografis akan berdampak pada kemampuan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan kata lain setiap daerah mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mengimplementasikan SPM. Oleh karena itu, prinsip-prinsip dalam penerapan SPM perlu dipahami. Prinsip-prinsip tersebut adalah :

(1) SPM diterapkan pada seluruh urusan wajib pemerintah daerah.

(2) SPM dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah

pusat.

(3) SPM bersifat dinamis, dalam arti selalu dikaji dan diperbaiki dari waktu

ke waktu sesuai dengan kondisi nasional dan perkembangan daerah.

(4) SPM harus dijadikan acuan dalam perencanaan daerah, penganggaran, pengawasan, pelaporan dan sebagai alat untuk

menilai pencapaian kinerja.

Dasar Hukum

Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyusunan ABK

adalah :

• Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

• Undang-Undang Nomor I Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara

• Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional

• Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

• Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah

• Draft Revisi Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman penyusunan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tatacara penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan penyusunan Perhitungan APBD.

• Draft Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) Oktober 2004.

Tujuan dan Manfaat Pedoman ABK

Dengan pedoman ini diharapkan pemda dapat menerapkan ABK dalam penyusunan APBD. ABK merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan manfaat yang dihasilkan. Manfaat tersebut dideskripsikan pada seperangkat tujuan dan sasaran yang dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. ABK yang efektif akan mengidentifikasikan keterkaitan antara nilai uang dan hasil, serta dapat menjelaskan bagaimana keterkaitan tersebut dapat terjadi yang merupakan kunci pengelolaan program secara efektif. Jika terjadi perbedaan antara rencana dan realisasinya, dapat dilakukan evaluasi sumber-sumber input dan bagaimana keterkaitannya dengan output/outcome untuk menentukan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program.

2. Teknik teknik Penyusunan Anggaran

1) Transparansi dan akuntabilitas anggaran

APBD harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut.

2) Disiplin anggaran

Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja.

Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan/proyek yang belum/tidak tersedia anggarannya dalam APBD/perubahan APBD.

3) Keadilan anggaran

Pemerintah daerah wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan karena pendapatan daerah pada hakekatnya diperoleh melalui peran serta masyarakat.

4) Efisiensi dan efektifitas anggaran

Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan azas efisiensi,tepat guna, tepat waktu pelaksanaan, dan penggunaannya dapat

dipertanggungjawabkan. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan masyarakat.

5) Disusun dengan pendekatan kinerja

APBD disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output/outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau input yang telah ditetapkan. Selain itu harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi kerja yang terkait. Selain prinsip-prinsip secara umum seperti yang telah diuraikan diatas, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 mengamanatkan perubahan-perubahan kunci tentang penganggaran sebagai berikut :

Penerapan pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka

menengah

Pendekatan dengan perspektif jangka menengah memberikan kerangka yang menyeluruh, meningkatkan keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran, mengembangkan disiplin fiskal, mengarahkan alokasi sumber daya agar lebih rasional dan strategis, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dengan pemberian pelayanan yang optimal dan lebih efisien.

Dengan melakukan proyeksi jangka menengah, dapat dikurangi ketidakpastian di masa yang akan datang dalam penyediaan dana untuk membiayai pelaksanaan berbagai inisiatif kebijakan baru dalam penganggaran tahunan agar tetap dimungkinkan, tetapi pada saat yang sama harus pula dihitung implikasi kebijakan baru tersebut dalam konteks keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah. Cara ini juga memberikan peluang untuk melakukan analisis apakah perlu melakukan perubahan terhadap kebijakan yang ada, termasuk menghentikan program-program yang tidak efektif, agar kebijakan-kebijakan baru dapat diakomodasikan.

Penerapan penganggaran secara terpadu

Dengan pendekatan ini, semua kegiatan instansi pemerintah disusun secara terpadu, termasuk mengintegrasikan anggaran belanja rutin dan anggaran

belanja pembangunan. Hal tersebut merupakan tahapan yang diperlukan sebagai bagian upaya jangka panjang untuk membawa penganggaran menjadi lebih transparan, dan memudahkan penyusunan dan pelaksanaan anggaran yang berorientasi kinerja.Dalam kaitan dengan menghitung biaya input dan menaksir kinerja program, sangat penting untuk mempertimbangkan secara simultan biaya secara keseluruhan, baik yang bersifat investasi maupun biaya yang bersifat operasional.

Penerapan penganggaran berdasarkan kinerja

Pendekatan ini memperjelas tujuan dan indikator kinerja sebagai bagian dari pengembangan sistem penganggaran berdasarkan kinerja. Hal ini akan mendukung perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatan sumber daya dan memperkuat proses pengambilan keputusan tentang kebijakan dalam kerangka jangka menengah.

Rencana kerja dan anggaran (RKA) yang disusun berdasarkan prestasi kerja dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Oleh karena itu, program dan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga atau SKPD harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) atau rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

DAFTAR PUSTAKA

1. Bidang Akuntabilitas Pemerintah Daerah Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah, Makalah Standar Analisa Belanja Dikaitkan dengan Sistem Penganggaran Berbasis Kinerja.

2. Elmi, Bachrul, 2002, Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia.

3. John Mercer in Partnership with AMS, AMS 2002, Performance Budgeting for Federal Agencies.

4. Joseph T. Kelley, Costing Government Service.

5. Draft Revisi Kepmendagri No. 29 tahun 2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang Pedoman Penyusunan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD.

6. Kerja sama antara Setwilda Propinsi Jawa Tengah dengan PAU Studi Ekonomi Universitas Gajah Mada, Executive Summary Standar Analisa Belanja Anggaran Daerah.

7. Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit ANDI Yogyakarta.

8. Mark. D. Abraham and Mary Noss Reavely, Activity Based Costing : Illustrations from the State of IOWA 1998.

9. Prihantoro, Purwono, 2001, Pembangunan Daerah, Renstra dan Akuntabilitas (Pendekatan Public sector Balanced Scorecard), 2001.

10. Treasury Board of Canada, Guide to the costing of outputs in the Government of Canada.


Di Posting Oleh : Dorin Mutoif, Departemen kesehatan dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kesehatan masyarakat, universitas Indonesia

D/a : Munggu Rt 02, Rw 02, gang 02 no Rumah 05, Petanahan, Kebumen, Jawa Tengah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar