Kamis, 05 Maret 2009

PERUNDANG-UNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA



PERUNDANG-UNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PENDAHULUAN

Setiap pekerja dalam melakukan pekerjaannya berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dan kesehatannya, karena keselamatan dan kesehatan merupakan unsur penting untuk menjadikan pekerja yang berkualitas dan produktif. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja. Pembinaan norma-norma tersebut diwujudkan dalam undang-undang dan peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan dan kesehatan kerja serta hal-hal lain yang yang berhubungan dengan K3. Norma-norma tersebut terus berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan tekhnologi. Dengan adanya undang-undang dan peraturan K3 tersebut diharapkan dapat menjamin perlindungan pekerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, memperoleh perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Undang-undang dan peraturan K3 mengatur tentang hak dan kewajiban pengusaha, hak dan kewajiban pekerja, syarat-syarat keselamatan kerja serta sistem manajemen K3.

Menurut International Labor Organization (ILO) salah satu upaya dalam menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja adalah dengan penerapan peraturan perundangan, antara lain melalui:

a. Adanya ketentuan dan syarat-syarat K3 yang selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi (up to date)

b. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap rekayasa.

c. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan-pemeriksaan langsung ditempat kerja

Pada semua tempat kerja, tanpa terkecuali, dari pengelola/manajemen sampai pekerja harus mengetahui, memahami dan melaksanakan undang-undang dan peraturan K3 tersebut. Pada prinsipnya keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja, yang pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan antara keselamatan dan kesehatan.

UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN YANG MENGATUR PELAKSANAAN K3

Pada awalnya pelaksanaan K3 mengacu kepada Veiligheidsreglement tahun 1919 (Stbl.No.406), namun dengan dikeluarkannya Undang-undang nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Pekerja, maka disusun undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi. Undang-undang tersebut adalah Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Dengan adanya UU tentang keselamatan kerja maka terlihat kejelasan tentang kewajiban pengurus (pimpinan tempat kerja) dan kewajiban pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja. Mengingat faktor keselamatan sangat terkait dengan kesehatan maka pada tahap-tahap selanjutnya kegiatan keselamatan kerja menjadi keselamatan dan kesehatan kerja atau disingkat dengan K3. Untuk memudahkan pelaksanaan K3 ditempat kerja maka Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) telah mengeluarkan berbagai peraturan yang berhubungan dengan K3. Mengingat sarana pelayanan kesehatan juga merupakan tempat kerja maka Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai peraturan yang menyangkut aspek K3, walaupun peraturan tersebut pada umumnya hanya diterapkan di fasilitas sarana pelayanan kesehatan. Selain Depnaker, departemen lain juga mengeluarkan peraturan yang menyangkut aspek K3 berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi Departemen tersebut, misalnya peraturan tentang ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasi.

Mengingat kompleksnya asal undang-undang dan peraturan K3, maka secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Undang-undang (UU)

Undang-undang yang mengatur tentang K3 adalah undang-undang tentang pekerja, keselamatan kerja dan kesehatan. Undang-undang ini menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan tempat kerja, kewajiban pimpinan tempat kerja, hak dan kewajiban pekerja.

2. Peraturan Pemerintah (PP)

Peraturan pemerintah yang mengatur tentang aspek K3 adalah Peraturan Pemerintah tentang keselamatan kerja terhadap radiasi dan izin pemakaian zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya serta pengangkutan zat radioaktif.

3. Keputusan Presiden (Kepres)

Keputusan presiden yang mengatur aspek K3 adalah Keputusan Presiden tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja.

4. Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja (Kepmenaker).

Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Depnaker di rumah sakit pada umumnya menyangkut tentang syarat-syarat keselamatan kerja misalnya syarat-syarat K3 dalam pemakaian lift, listrik, pemasangan alat pemadan api ringan (APAR), Konstruksi bangunan, instalasi penyalur petir dan lain-lain.

5. Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (Permenkes)

Peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan tentang aspek K3 di rumah sakit, lebih terkait dengan aspek kesehatan kerja daripada keselamatan kerja. Hal tersebut sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Departemen Kesehatan.

6. Peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan K3 di fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu Peraturan dari Departemen lain adalah yang terkait dengan aspek radiasi.

PENJELASAN UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN K3

1. UNDANG-UNDANG

1.1. Undang-undang RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Undang-undang ini mengatur tentang:

o Kewajiban pengurus (pimpinan tempat kerja)

o Kewajiban dan hak pekerja

o Kewenangan Menteri Tenaga Kerja untuk membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) guna mengembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi aktif dari pengusaha atau pengurus dan pekerja di tempat-tempat kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi dan meningkatkan produktivitas kerja.

o Ancaman pidana atas pelanggaran peraturan ini dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000, (seratus ribu rupiah)

Kewajiban pengurus (pimpinan tempat kerja)

1. Kewajiban memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang meliputi :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran

c. Mencegah dan mengurangi bahaya ledakan

d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya

e. Memberi pertolongan pada kecelakaan

f. Menyediakan alat-alat perlindungan diri (APD) untuk pekerja

g. Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebar luasnya bahaya akibat suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran

h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik psikis, keracunan, infeksi atau penularan

i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai

j. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik

k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup

l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban

m. Menciptakan keserasian antara pekerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerja

n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang

o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan

p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang

q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya

r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya agar kecelakaan tidak menjadi bertambah tinggi.

2. Kewajiban melakukan pemeriksaan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru diterima bekerja maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala.

3. Kewajiban menunjukan dan menjelaskan kepada setiap pekerja baru tentang :

a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya yang dapat timbul di tempat kerjanya.

b. Pengaman dan perlindungan alat-alat yang ada dalam area tempat kerjanya

c. Alat-alat perlindungan diri bagi pekerja yang bersangkutan

d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

4. Kewajiban melaporkan setiap kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja.

5. Kewajiban menempatkan semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca oleh pekerja.

6. Kewajiban memasang semua gambar keselamatan kerja yang diharuskan dan semua bahan pembinaan lainnya pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan dibaca.

7. Kewajiban menyediakan alat perlindungan diri secara cuma-cuma disertai petunjuk-petunjuk yang diperlukan pada pekerja dan juga bagi setiap orang yang memasuki tempat kerja tersebut.

Kewajiban dan hak pekerja

1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pengawas atau ahli keselamatan kerja.

2. Memakai APD dengan tepat dan benar

3. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan

4. Meminta kepada pimpinan agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan

5. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pengawas, dalam batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.

1.2. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan

Dalam UNDANG-UNDANG nomor 23 pasal 23 Tentang Kesehatan Kerja dijelaskan sebagai berikut :

1. Kesehatan Kerja diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal sejalan dengan program perlindungan pekerja.

2. Kesehatan Kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.

3. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.

4. Ketentuan mengenai kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada poin (1), (2) dan (3) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

5. Tempat kerja yang tidak memenuhi ketentuan kesehatan kerja dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 15.000.000. (lima belas juta rupiah)

1.3. Undang-undang RI No. 25 Tahun 1991 Tentang Ketenagakerjaan

Dalam peraturan ini diatur bahwa setiap pekerja berhak memperoleh perlindungan atas :

o Keselamatan dan Kesehatan Kerja

o Moral dan kesusilaan

o Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

1.4. Undang-Undang no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Dalam UNDANG-UNDANG ini diataur tentang:

Ø Perenacanaan tenaga kerja

Ø Pelatihan kerja

Ø Kompetensi kerja

Ø Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

Ø Waktu kerja

Ø Keselamatan dan kesehatan Kerja

2. PERATURAN PEMERINTAH

2.1. Peraturan pemerintah RI No. 11 Tahun 1975 Tentang Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi

Dalam peraturan ini diatur nilai ambang batas yang diizinkan. Selanjutnya ketentuan nilai ambang batas yang diizinkan, diatur lebih lanjut oleh instansi yang berwenang. Pengaturan mengenai petugas dan ahli proteksi radiasi, pemeriksaan kesehatan calon pekerja dan pekerja radiasi, kartu kesehatan, pertukaran tugas pekerjaan, ketentuan-ketentuan kerja dengan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya, pembagian daerah kerja dan pengelolaan limbah radioaktif, kecelakaan dan ketentuan pidana. Rangkuman isi peraturan sebagai berikut :

§ Instalasi atom harus mempunyai petugas dan ahli proteksi radiasi dimana petugas proteksi mempunyai tugas menyusun pedoman dan instruksi kerja, sedangkan ahli proteksi mempunyai tugas mengawasi ditaatinya peraturan keselamatan kerja terhadap radiasi.

§ Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada pekerja radiasi adalah:

o calon pekerja radiasi

o berkala setiap satu tahun

o pekerja radiasi yang akan putus hubungan kerja.

§ Pekerja radiasi wajib mempunyai kartu kesehatan dan petugas proteksi radiasi wajib mencatat dalam kartu khusus banyaknya dosis pajanan radiasi yang diterima masing-masing pekerja.

§ Apabila pekerja menerima dosis radiasi melebihi nilai ambang batas yang diizinkan, maka pekerja tersebut harus dipindahkan tempat kerjanya ketempat lain yang tidak terpajan radiasi.

§ Perlu adanya pembagian daerah kerja sesuai dengan tingkat bahaya radiasi dan pengelolaan limbah radioaktif.

§ Perlu ada tindakan dan pengamanan untuk keadan darurat apabila terjadi kecelakaan radiasi.

§ Pelanggaran ketentuan ini diancam pidana denda Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah)

2.2. Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1975 Tentang Izin pemakaian Zat Radioaktif atau sumber Radiasi lainnya

Dalam peraturan ini diatur tentang pemakaian zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya, syarat dan cara memperoleh izin, kewajiban dan tanggung jawab pemegang izin serta pemeriksaan dan ketentuan pidana.

3. KEPUTUSAN PRESIDEN

Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun1993 Tentang Penyakit Yang Timbul karena Hubungan Kerja

Dalam peraturan ini diatur hak pekerja kalau menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja, pekerja tersebut mempunyai hak untuk mendapat jaminan kecelakaan kerja baik pada saat masih dalam hubungan kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir (paling lama 3 tahun sejak hubungan kerja berakhir)

4. PERATURAN- PERATURAN YANG DIKELUARKAN OLEH DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI (PERMENAKERTRANS)

4.1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.05/Men/1978 Tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam pemakaian lift listrik untuk pengangkutan orang dan barang.

Dalam peraturan ini disebutkan bahwa pemasang lift (instalatir) harus mempunyai izin. Demikian pula untuk pemasangan, pemakaian dan perubahan teknis harus dengan izin tertulis Depnaker. Selain kewajiban izin, dalam peraturan tersebut juga diatur mengenal syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja, penggunaan lift dan perawatan lift.

4.2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per.01/Men/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan

Dalam peraturan ini, diatur tentang tempat kerja dan alat kerja, perancah, tangga dan rumah tangga, alat-alat angkat, kabel baja, tambang, rantai dan peralatan bantu, mesin-mesin, peralatan konstruksi bangunan, konstruksi di bawah tanah, penggalian, pekerjaan memancang, pekerjaan beton, pekerjaan pembongkaran, penggunaan perlengkapan, penyelamatan dan perlindungan diri. Peraturan ini sangat bermanfaat bagi rumah sakit yang sedang mengadakan renovasi atau membangun rumah sakit baru ataupun dalam perawatan bangunan.

4.3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.02/Men /1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Kerja dalam Penyelenggaraan keselamatan Kerja

Dalam peraturan ini diatur tentang pemeriksaan kesehatan pekerja dalam penyelenggaran keselamatan kerja, dimana ada 3 jenis pemeriksaan yaitu pemeriksaan sebelum bekerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus.

a. Pemeriksaan sebelum kerja

o Pemeriksaan sebelum kerja adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seorang pekerja diterima untuk bekerja (pre employment)

o Tujuan agar pekerja berada dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan mengenai pekerja lainnya dan cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukannya sehingga keselamatan dan kesehatan yang bersangkutan serta pekerja lainnya juga dapat terjamin.

o Pemeriksaan kesehatan kerja meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru dan laboratorium rutin serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu sesuai dengan hazard di tempat kerja.

o Penyusunan pedoman pemeriksaan kesehatan sebelum kerja merupakan kewajiban pimpinan dan dokter perusahaan untuk menjamin penempatan pekerja sesuai dengan bidang pekerjaannya.

b. Pemeriksaan Kesehatan Berkala

o Pemeriksaan kesehatan berkala adalah pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu terhadap pekerja yang dilakukan oleh dokter perusahaan (biasanya dilakukan secara rutin setiap tahun).

o Tujuannya untuk mempertahankan derajat kesehatan pekerja sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh pekerjaan terhadap kesehatan sedini mungkin agar dapat dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan

o Pemeriksaan berkala dilakukan sekurang-kurangnya setahun sekali meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen dan laboratorium rutin serta pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dianggap perlu

o Kewajiban pimpinan dan dokter perusahaan untuk menyusun pedoman pemeriksaan kesehatan berkala yang dikembangkan mengikuti perkembangan perusahaan dan kemajuan kedokteran dalam keselamatan kerja

o Apabila pada waktu pemeriksaan berkala ditemukan kelainan-kelainan atau gangguan-gangguan kesehatan pada pekerja, pimpinan wajib melakukan tindak lanjut untuk mengobati gangguan kesehatan tersebut dan mencari penyebab masalah agar dapat dilakukan koreksi untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan kesehatan kerja

c. Pemeriksaan Khusus

o Pemeriksaan kesehatan khusus adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter perusahaan secara khusus terhadap pekerja tertentu

o Tujuan untuk menilai adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap pekerja atau golongan-golongan pekerja tertentu

o Pemeriksaan kesehatan khusus dilakukan pula terhadap :

a. Pekerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan perawatan yang lebih dari 2 (dua) minggu.

b. Pekerja yang berusia di atas 40 tahun atau pekerja cacat, serta pekerja muda usia yang melakukan pekerjaan tertentu

c. Pekerja yang diduga terpajan dengan hazard khusus yang menimbulkan gangguan kesehatan, juga perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai kebutuhan

d. Jika ditemukan keluhan pekerja atau atas pengamatan pengawas keselamatan dan kesehatan kerja, atau atas penilaian Pusat Bina Hyperkes dan Keselamatan Kerja dan instansi terkait lainnya atau atas pendapat umum di masyarakat.

4.4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-04/Men/1980 tentang Syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan (APAR)

Peraturan ini menjelaskan jenis kebakaran dan jenis alat pemadam api ringan serta bagaimana pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan.

Pemasangan alat pemadam api ringan (APAR)

Ø Ditempatkan posisi yang mudah dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil serta dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan

Ø Tinggi pemberian tanda pemasangan adalah 125 cm dari lantai tepat di atas APAR tersebut.

Ø Jarak antara APAR satu dengan yang lainnya tidak melebihi 15 meter kecuali ditetapkan lain oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja

Ø Tabung APAR sebaiknya warna merah dan tidak boleh ada lubang-lubang atau cacat karena karat

Ø Tabung APAR harus dipasang (ditempatkan) menggantung pada dinding dengan penguatan sengkang atau dengan konstruksi penguat lainnya ditempatkan dalam lemari atau box. Apabila box tersebut dikunci maka bagian depannya harus diberi kaca aman dengan tebal maximum 2 mm.

Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan

Setiap APAR harus diperiksa 2 (dua) kali dalam setahun yaitu pemeriksaan dalam jangka 6 bulan dan pemeriksaan dalam jangka 12 bulan, selain itu setiap tabung APAR perlu dilakukan percobaan secara berkala dengan jangka waktu tidak melebihi 5 tahun guna melihat kekuatan tabung.

Pelanggaran aturan ini diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).

4.5. Peraturan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi No. Per-01/Men/1981 tentang kewajiban melaporkan penyakit akibat kerja.

Dalam peraturan ini diuraikan jenis-jenis penyakit akibat kerja, dimana ada 30 jenis. Dari 30 jenis penyakit tersebut salah satunya adalah penyakit-penyakit infeksi atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan kesehatan dan laboratorium. Batas waktu kewajiban melaporkan penyakit akibat kerja adalah 2 x 24 jam. Dalam peraturan ini diuraikan juga tentang kewajiban pimpinan untuk melakukan tindakan preventif agar penyakit akibat kerja tidak terulang lagi serta kewajiban untuk menyediakan alat pelindung diri.

4.6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI no. Per-03/ Men/1982 Tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.

Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa merupakan kewajiban pimpinan untuk memberikan pelayanan kesehatan kerja kepada pekerja, dapat diselenggarakan sendiri atau mengadakan ikatan kerjasama dengan pelayanan kesehatan kerja lain.

Tugas pokok Pelayanan Kesehatan Kerja meliputi :

a. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus.

b. Pembinaan dan Pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap pekerja

c. Pembinaan dan pengawasan lingkungan kerja

d. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan saniter

e. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan pekerja

f. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat kerja

g. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)

h. Pendidikan kesehatan untuk pekerja dan latihan untuk petugas P3K

i. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan APD yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan di tempat kerja

j. Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja

k. Pembinaan dan pengawasan terhadap pekerja yang mempunyai kelainan tertentu dalam kesehatannya

l. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada pengurus

4.7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja no. Per-02/Men/1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik

Peraturan ini mengatur perencanaan, pemasangan, pemeliharaan dan pengujian alarm kebakaran otomatik. Untuk pemasangan diperlukan akte pengesahan, selain buku akte pengesahan diperlukan juga buku catatan yang ditempatkan di ruangan panel indicator. Buku catatan tersebut dipergunakan untuk mencatat semua peristiwa alarm, latihan, penggunaan alarm dan pengujiannya. Yang dimaksud dengan instalasi alarm kebakaran otomatik adalah system atau rangkaian alarm kebakaran yang menggunakan detector panas, detector asap, detector nyala api dan titik panggil secara manual serta perlengkapan lainnya yang dipasang pada system alarm kebakaran. Oleh karena itu dalam peraturan ini juga diatur system deteksi panas, system deteksi asap dan system detector api (flame detector).

Pemeliharaan dan pengujian berkala instalasi alarm kebakaran otomatik dilakukan secara mingguan, bulanan dan tahunan.

Ø Pemeliharaan dan pengujian mingguan meliputimembunyikan alarm secara simulasi, memeriksa kerja lonceng, memeriksa tegangan dan keadaan baterai, memeriksa seluruh system alarm dan mencatat hasil pemeliharaan serta pengujian dan dicatat di buku catatan.

Ø Pemeliharaan dan pengujian bulanan antara lain meliputi: uji coba kebakaran simulasi, memeriksa lampu-lampu indicator, fasilitas penyediaan sumber tenaga darurat, mencoba dengan kondisi gangguan terhadap system, memeriksa kondisi dan kebersihan panel indicator dan mencatat hasil pemeliharaan dan pengujian dalam buku catatan.

Ø Pemeliharaan dan pengujian tahunan meliputi: memeriksa tegangan instalasi, memeriksa kondisi dan kebersihan seluruh detector, menguji sekurang-kurangnya 20 % detector dari setiap kelompok instalasi sehingga selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) tahun, seluruh detektor sudah diuji.

4.8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja no. Per-02/Men/1989 Tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir

Yang dimaksud dengan instalasi penyalur petir ialah seluruh susunan sarana penyalur petir terdiri dari penerima (Air Termina/Rod), penghantar penurunan (Down conductor), Elektroda bumi (Earth Electrode) termasuk perlengkapan lainnya yang merupakan satu kesatuan yang berfungsi untuk menangkap muatan petir dan menyalurkan ke bumi.

Sejalan dengan hal tersebut maka dalam peraturan ini diatur mengenai penerima (air terminal), penghantar turunan, pembumian, menara, bangunan yang mempunyai antena, cerobong yang lebih tinggi dari 10 meter, pemeriksaan pengujian, pengesahan. Oleh karena itu instalasi penyalur petir harus direncanakan, dibuat, dipasang dan dipelihara sesuai dengan peraturan ini. Gambar rencana instalasi penyalur petir harus mendapat pengesahan dan sertifikat dari Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.

4.9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Kerja (SMK3)

Dalam peraturan ini dijelaskan mengenai tujuan dan sasaran system manajemen K3, penerapan system manajemen K3, audit system manajemen K3, mekanisme pelaksanaan audit dan sertifikasi K3. Dalam lampiran peraturan tersebut diuraikan mengenai Pedoman Penerapan Sistem Manajemen K3 Yang terdiri dari :

1. Komitmen dan kebijakan

1.1. Kepemimpinan dan Komitmen à menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan.

Ø Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap K3 sehingga penerapan SMK3 berhasil diterapkan dan dikembangkan

Ø Setiap pekerja dan orang lain yang berada di tempat kerja harus berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan K3.

1.2. Tinjauan Awal Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Initial Review)

1.3. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Ø Pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pimpinan dan atau pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan atau operasional.

2. Perencanaan

2.1. Perencanaan Identifikasi Bahaya Penilaian dan Pengendalian Risiko

2.2. Peraturan Perundangan dan persyaratan lainnya

2.3. Tujuan dan sasaran (SMART)

Ø Penetapan tujuan dan sasaran kebijakan K3 harus dikonsultasikan dengan wakil pekerja, Ahli K3, P2K3 dan pihak lain yang terkait.

Ø Tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan ditinjau ulang kembali secara teratur sesuai dengan perkembangan

2.4. Indikator Kinerja

Ø Dalam menetapkan tujuan dan sasaran kebijakan K3 perusahaan harus menggunakan indikator kinerja yang dapat diukur sebagai dasar penilaian keinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3

2.5. Perencanaan Awal dan Perencanaan Kegiatan yang sedang berlangsung

3. Penerapan

3.1. Jaminan Kemampuan

3.1.1. Sumber daya manusia sarana dan dana

3.1.2. Integrasi

3.1.3. Tanggung jawab dan tanggung gugat

3.1.4. Konsultasi, motivasi dan kesadaran

3.1.5. Pelatihan dan kompetensi kerja

3.2. Kegiatan pendukung

3.2.1. Komunikasi à 2 arah, mengkomunikasikan hasil audit K3, identifikasi dan menerima informasi K3 yang terkait dari luar perusahaan dan menjamin informasi terkait disampaikan kepada pihak yang membutuhkan.

3.2.2. Pelaporan

o Insiden

o Ketidaksesuaian

o Kinerja K3

o Identifikasi sumber bahaya

o Pelaporan untuk memenuhi regulasi

3.2.3. Pendokumentasian

3.2.4. Pengendalian dokumen

o Sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawab di perusahaan

o Ditinjau ulang secara berkala, jika perlu direvisi

o Sebelum diterbitkan harus disetujui oleh personil berwenang

o Dokumen versi terbaru harus tersedia di tempat kerja yang dianggap perlu

o Semua dokumen yang usang harus segera disingkirkan

o Mudah ditemukan, bermanfaat dan mudah dipahami

3.2.5. Pencatatan dan manajemen informasi

3.3. Identifikasi Sumber Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko

3.3.1. Identifikasi sumber bahaya

3.3.2 Penilaian risiko

3.3.3. Tindakan Pengendalian

3.3.4. Perancangan (design) dan rekayasa

3.3.5. Pengendalian administrative

3.3.6. Tinjauan ulang kontrak

3.3.7. Pembelian

3.3.8. Prosedur menghadapi keadaan darurat atau bencana

3.3.9. Prosedur menghadapi Insiden

3.3.10. Prosedur rencana pemulihan keadaan darurat.

4. Pengukuran dan Evaluasi

4.1. Inspeksi dan pengujian

4.2. Audit Sistem Manajemen K3

4.3. Tindakan Perbaikan dan pencegahan

5. Tinjauan Ulang dan Peningkatan oleh Pihak Manajemen

5.1. Evaluasi terhadap penerapan kebijakan K3

5.2. Tujuan, sasaran dan kinerja K3

5.3. Hasil temuan audit system manajemen K3

5.4. Evaluasi efektifitas penerapan system manajemen K3 dan kebutuhan untuk mengubah system manajemen K3 sesuai dengan :

a. Perubahan peraturan perundangan

b. Tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar

c. Perubahan produk dan kegiatan perusahaan

d. Perubahan struktur organisasi perusahaan

5. PERATURAN K3 YANG DIKELUARKAN OLEH DEPARTEMEN KESEHATAN

5.1. Surat Kep. Men. Kes. RI No.1231/Yankes/Instal/IX/83 tentang Pembentukan Panitia Ketentuan Mengenai Peralatan Elektromedis untuk Menjamin Keamanan Jalannya Pelayanan

Panitia ini telah menyusun pedoman mengenai peralatan elektromedis untuk menjamin keamanan jalannya pelayanan. Dalam pedoman tersebut diuraikan mengenai keselamatan peralatan untuk mencegah kesalahan-kesalahan, maka perlu diketahui bahaya masing-masing peralatan tersebut. Bahaya tersebut terdiri dari bahaya listrik, mekanik, ledakan, kebakaran, radiasi, kebisingan, suhu dan lingkungan. Selain keselamatan peralatan, dalam pedoman ini juga diuraikan tentang keselamatan instalasi yaitu susunan semua peng-kawatan, sakelar, transformator dan bagian-bagian lain yang dimaksudkan untuk penyaluran daya ke peralatan listrik yang digunakan dalam fasilitas pelayanan kesehatan. Pedoman ini juga mengatur aturan pemakaian, organisasi, latihan dan pengawasan dan dapat dipakai sebagai acuan bagi rumah sakit pada waktu mengadakan pemasangan alat elektromedis

5.2. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 712/Menkes/Per/X/96 tentang Persyaratan Kesehatan Jasa Boga

Yang diatur di dalam peraturan ini adalah lokasi dan bangunan, pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, pengusaha, penanggungjawab dan tenaga, izin penyehatan makanan, pembinaan dan pengawasan.

Peraturan ini dapat dipakai sebagai acuan bagi rumah sakit, dimana makanan pasien dikerjakan oleh catering. Dalam memilih catering harus yang sudah memenuhi ketentuan persyaratan kesehatan jasa boga. Selain itu, peraturan ini juga dapat digunakan sebagai acuan bagi instalasi Gizi di rumah sakit dalam melaksanakan kegiatan pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan serta fisik bangunan.

5.3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Dalam peraturan ini diatur tentang lokasi, lingkungan, bangunan, fasilitas sanitasi dan jasa pelayanan lainnya, pengelola dan tenaga yang termasuk upaya penyehatan lingkungan rumah sakit, pembinaan dan pengawasan. Di dalam peraturan ini, aturan hanya bersifat umum, sedangkan aturan teknisnya diatur melalui SK Dirjen P2MPLP No.00.06.64.44

5.4. Keputusan Dirjen PPM & PLP No. 00.06.64.44 tanggal 18 Februari 1993 tentang Persyaratan dan Petunjuk Teknis Tata Cara Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit

Peraturan ini merupakan Petunjuk Teknis dari Permenkes No.986/1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Dalam peraturan ini dijelaskan tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan ruang dan bangunan serta fasilitas sanitasi Rumah Sakit, Persyaratan Kesehatan Konstruksi Ruangan di Rumah Sakit, Kualifikasi Tenaga di Bidang Kesehatan Lingkungan yang bekerja di rumah sakit dan petunjuk Teknis Tata cara Pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit.

5.5. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1244/ Menkes/SK/XII/1994 tentang Pedoman Keamanan Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedis

Pedoman ini menjelaskan mengenai klasifikasi mikroorganisme dan laboratorium, manajemen keamanan kerja laboratorium, yang meliputi tingkatan manajemen keamanan kerja, kewajiban petugas atau tim keamanan kerja dalam laboratorium, system pencatatan dan pelaporan adanya bahaya di dalam laboratorium, pelatihan keamanan kerja dalam laboratorium, praktek laboratorium yang benar, pengelolaan specimen, tata ruang dan fasilitas laboratorium, sterilisasi, desinfeksi, dekontaminasi dan tata laksana limbah laboratorium, peralatan laboratorium dan bahaya yang dapat dicegah, kesehatan petugas laboratorium dan lain sebagainya.

5.6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan Bahaya Berbahaya Bagi Kesehatan

Dalam peraturan ini di atur tentang distribusi atau pengedaran, pengelolaan bahan berbahaya bagi kesehatan, dimana setiap bahan berbahaya yang diedarkan harus diberi wadah dan kemasan dengan baik dan aman. Pada wadah kemasan dicantumkan nama sediaan atau nama dagang, nama bahan aktif, isi berat netto, kalimat peringatan dan tanda atau symbol bahaya, petunjuk pertolongan pertama pada kecelakaan yang disebut MSDS (Material Safety Data Sheet). Dalam peraturan ini juga dilampirkan daftar bahan berbahaya yang harus didaftarkan

5.7. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.363/Menkes/Per/V/1998 tentang Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan pada Sarana Pelayanan Kesehatan

Dalam peraturan ini diatur jenis-jenis peralatan medis yang wajib diuji dan di kalibrasi. Alat yang wajib diuji dan dikalibrasi dicantumkan pada lampiran surat keputusan ini. Alat yang telah dilakukan pengujian dan atau sudah dikalibrasi dengan hasil memenuhi standar diberikan sertifikat.

5.8. Surat Keputusan Bersama Dirjen YanMed (Depkes) dengan Dirjen Binawas (Depnaker) SKB No.147A/Yanmed/Insmed/II/92-Kep 44/BW/92 tentang Pelaksanaan Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Berbagai Peralatan Berat Non Medik di Lingkungan Rumah Sakit.

Pembinaan K3 meliputi pesawat uap, bejana tekan, pesawat angkat atau crane, lift, instalasi deteksi pemadam kebakaran, instalasi listrik dan penangkal petir, pesawat pembangkit tenaga listrik.

6. PERATURAN K3 YANG DIKELUARKAN OLEH DEPARTEMEN LAIN

Keputusan Direktur Jendral Badan Tenaga Atom Nasional No. PN 03/160/DJ/89 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi

Peraturan ini mengatur tentang ketentuan-ketentuan keselamatan terhadap radiasi.

Daftar Pustaka :

§ UU RI No. 1 th 1970

§ UU RI No.23 TH 1992

§ UU RI No.25 th 1997

§ UU RI no. 13 th 2003

§ Persi-KARS, 1999. “Himpunan UU & Peraturan yang berkaitan dengan K3”

§ Hardiman, A. “Perundangan dan Kebijakan Akreditasi K3 Rumah Sakit, Makalah, Semiloka K3RS”

  • Mayarni, MKes, ”Perundangan Dan Kebijakan Akreditasi K3 Rumah Sakit”
DI Posting oleh : Dorin Mutoif Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Yogyakarta kesehatan dan keselamatan kerja, fakultas kesehatan masyarakat, universitas indonesia
D/a : Munggu, Rt.02, Rw.02, Gang Mlaten No.02 No Rumah 05, Petanahan, Kebumen, Jawa Tengah , Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar